Kata drama berasal dari bahasa
Yunani draomai yang berarti berbuat, berlaku, bertindak, bereaksi dan
sebagainya: dan “drama” berarti: perbuatan, tindakan. Mengenai seni
drama, terdapat beberapa pengertian yang mewakili arti dari drama itu
sendiri. Pertama, drama adalah kualitas komunikasi, situasi, action
(segala yang terlihat dalam pentas) yang menimbulkan perhatian,
kehebatan (exciting), dan ketegangan pada pendengar dan penonton. Kedua,
menurut Moulton, drama adalah “hidup yang dilukiskan dengan gerak”
(life presen in action).
Terdapat berbagai
jenis tafsiran orang yang mengartikan teater sebagai “gedung
pertunjukan”, ada yang mengartikannya sebagai “panggung” (stage). Secara
estimologis (asal kata), teater adalah gedung pertunjukan (auditorium).
Dalam arti luas: teater adalah segala tontonan yang dipertunjukkan di
depan orang banyak. Misalnya wayang orang, ketoprak, ludruk, srandul,
membai, randai, mayong, arja, rangda, reog, lenong, topeng, dagelan,
sulapan, akrobatik dan sebagainya. Dalam arti sempit: drama, kisah hidup
dan kehidupan manusia yang diceritakan di atas pentas, disaksikan oleh
orang banyak, dengan media percakapan, gerak dan laku dengan atau
tanpadekor (layer dan sebagainya), didasarkan pada naskah yang tertulis
(hasil seni sastra) dengan atau tanpa musik, nyanyian dan tari.
Antara
drama dan teater ini adalah bagian dari seni pertunjukan. Edi Setyawati
berpendapat bahwa “seni pertunjukan adalah sesuatu yang berlaku dalam
waktu. Suatu lokasi mempunyai artinya hanya pada waktu suatu
pengungkapan seni berlangsung disitu. Hakekat seni pertunjukan adalah
gerak, adalah perubahan keadaan. Karena itu substansinya terletak pada
imajinasi-imajinasi serta prosesnya sekaligus. Suatu daya rangkum adalah
sarananya, suatu cekaman rasa adalah tujuan seninya, keterampilan
teknis adalah bahannya.
Menurut RMA. Harymawan, bahwa di Indonesia terdapat sejarah naskah dan pentas, antara lain:
Sebelum
Abad ke-20: tak ada naskah dan pentas. Yang ada ialah naskah-naskah
cerita rakyat dan kisah-kisah yang turun-temurun disampaikan secara
lisan oleh ayah kepada anak. Drama-drama rakyat, istana, keagamaan, di
arena, di bawah atap atau lapangan terbuka
Permulaan
Abad ke-20: karena pengaruh drama barat dan cara pemanggungannya
(staging), timbul bentuk-bentuk drama baru: komedi stambul/ istana/
bangsawan, tonil opera, wyang orang, ketoprak, ludruk dan lain-lain.
Tidak menggunakan naskah (improvisatoris), tetapi menggunakan pentas:
panggungnya berbingkai
Zaman Pujangga Baru: muncul naskah drama asli yang dipakai oleh pementasan amatir. Rombongan professional tidak menggunakannya.
Zaman
Jepang: sensor Sendebu sangat keras, diharuskan menggunakan naskah.
Rombongan professional terpaksa belajar membaca. Perkumpulan amatir
tidak kaget karena terdiri atas kaum terpelajar. Bagi para professional
merupakan kemajuan, namun sayang karena keinsyafan.
Zaman
Kini: rombongan professional membuang naskah kembali. Organisasi amatir
setia pada naskah, sayang sering mengabaikan pengarang, penyadur atau
penyalinnya.
Baca: Sejarah Perkembangan Drama di Indonesia
Baca: Sejarah Perkembangan Drama di Indonesia
Setelah kemerdekaan,
muncul dimana-mana di seluruh pelosok tanah air perkumpulan drama
amatir, baik itu kaum awam, setengah awam, maupun ahli. Sedangkan
masalah mengenai drama akan berkisar pada hal-hal berikut:
pertama,naskah: Pementasan yang berulang-ulang dirasa kurang adanya senthan repertoar asing. Maka naskah ditambah dengan bumbu repertoar asing dalam proses salinan dan saduran.
Kedua, pemain: banyak pementasan yang mengalami kegagalan. Karena kurangnya latihan ataupun hanya ingin jual tampang plus minimnya usia dan pengalaman, menjadi hambatan bagi pementasan.
Ketiga, stage: di Indonesia telah bermunculan pelbagai gedung-gedung pertunjukan. Di sini peran dari tempat teater akan menentukan watak pertunjukan itu sendiri.
Keempat, penonton: masyarakat cukup mempunyai minat. Hal ini yang mendorong munculnya berbagai perkumpulan drama.
pertama,naskah: Pementasan yang berulang-ulang dirasa kurang adanya senthan repertoar asing. Maka naskah ditambah dengan bumbu repertoar asing dalam proses salinan dan saduran.
Kedua, pemain: banyak pementasan yang mengalami kegagalan. Karena kurangnya latihan ataupun hanya ingin jual tampang plus minimnya usia dan pengalaman, menjadi hambatan bagi pementasan.
Ketiga, stage: di Indonesia telah bermunculan pelbagai gedung-gedung pertunjukan. Di sini peran dari tempat teater akan menentukan watak pertunjukan itu sendiri.
Keempat, penonton: masyarakat cukup mempunyai minat. Hal ini yang mendorong munculnya berbagai perkumpulan drama.
Sedangkan untuk bentuk-bentuk teater, antara lain:
Yang
lahir dalam lingkungan desa: kegiatannya yang terikat erat oleh
persoalan kehidupan sehari-hari dalam desa, yaitu adat dan agama.
Contoh: pada kehidupan teater Bali.
Yang lahir di Keraton: pertunjukan dilakukan pada upacara-upacara tertentu dan para pelakunya adalah keluarga bangsawan.
Yang
tumbuh di kota-kota: ia lahir dari kebutuhan yang timbul dengan
tumbuhnya kelompok-kelompok baru dalam masyarakat dan sebagai produk
dari kebutuhan baru.
Yang diberi predikat modern atau kontemporer: ia menampilkan peranan manusia bukan sebagai tipe namun sebagai individu.
Beberapa
peristiwa yang patut dicatat sehubungan dengan usaha-usaha
mengembangkan seni tari melalui jalur kegiatan pendidikan formal adalah:
1. Dekade 1950-1960
Dialog
yang terjadi antara seniman-seniman pada Jawatan Kebudayaan tidak
sempat berkembang karena sikap seniman yang nampaknya kurang menghendaki
pengelolaan kesenian sebagai kegiatan studi di perguruan tinggi ke arah
pendidikan kesarjanaan.
2. Dekade 1960-1970
Konservatori Tari Indonesia berdiri dalam program tiga tahun setingkat Sekolah Menengah Tingkat Atas.Sedangkan
Akademi Seni Tari Indonesia berdiri di Yogyakarta disusul pendirian
ASTI di Bali dan di Bandung. Semua sekolah seni tari ini di bawah
pengelolaan Dirjen Kebudayaan.
3. Dekade 1970-1980
Pengelolaan
Sekolah dan Akademi tari kemudian dialihkan kepada Dirjen Pendidikan
Dasar dan Menengah, sedangkan ASTI kepada Dirjen Pendidikan Tinggi.
4. Dekade 1980- ...
Pemantapan
akademi-akademi kesenian untuk dikembangkan sebagai bagian dalam wadah
Institut Kesenian Indonesia untuk memberkan kemungkinan perkembangan
lebih luas dan tingkat yang lebih lanjut. Selain itu juga mulai
dibukanya program Diploma kependidikan pada Insititut Keguruan dan Ilmu
Pendidikan seperti di Yogyakarta, Surabaya, dan Solo.
Saat ini 0 comments :
Post a Comment