-->

Tari Serimpi - Tari Klasik Dari Yogjakarta

Saturday, November 29, 2014 : 1:22:00 AM

Tarian Tradisional Indonesia - Tari Serimpi merupakan tari klasik dari Yogjakarta yang selalu di bawakan oleh 4 penari lantaran kata serimpi bermakna 4 yang melambangkan 4 unsur dunia yakni : api, angin, udara serta bumi (tanah).

Tari Serimpi Yogyakarta
Tari serimpi diperagarakan oleh 4 orang putri ddengan nama peran Batak, Gulu, Dhada serta Buncit yang melambangkan 4 buah tiang pendopo. Tari serimpi dihubungkan dengan kata impi atau mimpi lantaran gerak tari yang lemah gemulai bikin penontonnya merasa di buat ke alam mimpi.

Tari Serimpi Klasik dari Yogyakarta 

Konon, sejarah Tari Serimpi bermula dari masa antara 1613-1646 Sultan Agung memerintah Kerajaan Mataram. Pada 1775 Kerajaan Mataram pecah jadi Kesultanan Yogyakarta serta Kesultanan Surakarta serta berimbas pada tari serimpi.

Di Kesultanan Yogyakarta dikelompokkan jadi Serimpi Babul Monitor, Serimpi Dhempel, Serimpi Genjung. Sedang di Kesultanan Surakarta dikelompokkan jadi Serimpi Anglir Mendung serta Serimpi Bondan. 

Meskipun telah terbentuk mulai sejak lama, Tari Serimpi ini baru di kenal khalayak banyak mulai sejak 1970-an lantaran tarian ini dikira sakral serta cuma dipentaskan dalam lingkungan keraton untuk ritual kenegaraan. Serimpi hidup di lingkungan istana Yogyakarta serta adalah seni yang adhiluhung dan dikira pusaka Kraton.

Baju Tari Serimpi alami perubahan. Jika awal mulanya seperti baju temanten putri Kraton style Yogyakarta dengan dodotan serta gelung bokornya juga sebagai motif hiasan kepala, jadi lalu berpindah ke pakaian tanpa ada lengan dengan hiasan kepala yang berjumbai bulu burung kasuari dan gelung berhiaskan bunga ceplok.

Karakteristik pada penari Serimpi yaitu keris yang diselipkan di depan silang ke kiri. Pemakaian keris pada tari Serimpi yaitu lantaran dipergunakan pada adegan perang, yang disebut motif karakteristik Tari Serimpi yang melukiskan pertikaian pada dua hal yang bertentangan pada baik serta buruk, pada benar serta salah, pada akal manusia. Sumber: Kebudayaan Indonesia

Saat ini 0 comments :