2). Ngripto (mencipta)
Pembuatan sketsa tokoh wayang
tertentu tanpa menggunakan model atau babon. Teknik yang digunakan
ini memungkinkan dalam pembuatan tokoh wayang standar. Artinya yaitu seukuran
dengan wayang yang dibuat secara umum dalam masyarakat perajin wayang kulit, namun dapat pula digunakan untuk membuat wayang yang berukuran istimewa. Misalnya wayang dengan ukuran tinggi tiga meter atau lebih, tetapi dapat pula untuk membuat tokoh wayang yang berukuran mini, misalnya wayang kulit dengan tinggi 10 cm.
Kegiatan nyorek dengan teknik ngripta ini dilakukan jika tokoh wayang yang akan dibuat belum ada babonnya sehingga harus membuat dengan memperhatikan cerita, dan spesifikasi karakter tokohnya. Untuk tokoh wayang umum, pembuatan tokoh baru ini dapat mengadopsi dari tokoh yang sudah ada, terutama dalam masalah dedeg atau cakrik dari tokoh wayang itu, kemudian dibuat atributnya seperti busana, perhiasan, dan sebagainya sesuai dengan karakter tokoh yang akan dibuat.
Bila ingin membuat wayang yang tergolong istimewa, cara yang harus dilakukan yaitu, sebagai berikut:
Pertama-tama dibuat bentuk dasar yaitu bentuk yang menggambarkan posisi tubuh, kepala, kaki dan tangan dengan menggunakan satu garis, sehingga ditemukan kerangka dasar wayang terutama yang berkaitan dengan dedeg, karena masalah ini sangat penting di pahami.
Dedeg yang tidak tepat akan mengasilkan bentuk wayang yang tidak baik, umumnya dalam mempresentasikan gambar dedeg ini kadang harus diperagakan oleh seseorang. Dalam hal ini terdapat berbedaan mendasar yaitu untuk tokoh alusan, gagah, pidekso, rasaksa, rewanda dan lainnya memilik’. kekhususan, sehingga tidak dapat dicampur aduk.
Dedeg untuk satria luruh dengan kain kampuh pocong, berbeda dengan dedeg nya tokoh satria jangkahan, dan seterusnya. Jika garis dedeg itu telah diperoleh sesuai dengan karakter tokoh yang akan dibuat, kegiatan selanjutnya menyempurnakan garis dedeg itu ditambah dengan pembentukan, misalnya pembentukan kaki, badan, muka, dan tangan walau masih secara global.
Baca Juga: Macam-Macam Kulit yang Digunakan sebagai Bahan Pembuatan Karya Kriya Kulit
Pertama-tama dibuat bentuk dasar yaitu bentuk yang menggambarkan posisi tubuh, kepala, kaki dan tangan dengan menggunakan satu garis, sehingga ditemukan kerangka dasar wayang terutama yang berkaitan dengan dedeg, karena masalah ini sangat penting di pahami.
Dedeg yang tidak tepat akan mengasilkan bentuk wayang yang tidak baik, umumnya dalam mempresentasikan gambar dedeg ini kadang harus diperagakan oleh seseorang. Dalam hal ini terdapat berbedaan mendasar yaitu untuk tokoh alusan, gagah, pidekso, rasaksa, rewanda dan lainnya memilik’. kekhususan, sehingga tidak dapat dicampur aduk.
Dedeg untuk satria luruh dengan kain kampuh pocong, berbeda dengan dedeg nya tokoh satria jangkahan, dan seterusnya. Jika garis dedeg itu telah diperoleh sesuai dengan karakter tokoh yang akan dibuat, kegiatan selanjutnya menyempurnakan garis dedeg itu ditambah dengan pembentukan, misalnya pembentukan kaki, badan, muka, dan tangan walau masih secara global.
Baca Juga: Macam-Macam Kulit yang Digunakan sebagai Bahan Pembuatan Karya Kriya Kulit
Bila bentuk sudah sesuai dengan keinginan si pembuat, maka
dilanjutkan dengan penerapan atribut seperti busana, dan
perhiasan-perhiasan lain sesuai dengan kedudukan tokoh wayang dalam
cerita.
Cara yang ditempuh dengan gambar garis dedeg ini dilakukan oleh tokoh wayang kulit purwa gaya Yogyakarta yang berasal dari dusun Gendeng yang bernama Pujo Winoto atau Atmosukarto (cikal bakal kerajinan wayang kulit Gendeng), dan telah menjadi gaya pada dirinya dalam menggambar wayang.
Ada cara lain dalarn membuat sketsa dengan nripto ini, yaitu membuat satu tokoh wayang dengan langsung pada bentuk tokohnya. Kegiatan membuat sketsa itu dimulai dari bagian muka tokoh, dilanjutkan secara ritmis ke bagian lain, seperti leher, badan, dan kaki. Setelah dedeg diperoleh, maka dilanjutkan dengan penerapan atributnya, seperti busana dan perhiasannya.
Cara menggambar wayang ini dilakukan oleh tokoh wayang gaya Yogyakarta yang bernama Ki Payitno Wiguno atau Bekel Bundu dan telah menjadi ciri khas pribadinya dalam menggambar wayang.
Pembuatan sketsa dengan ngripta yang dimulai dengan garis dedeg ini memungkinkan menggambar wayang dalam bidang tertentu dengan tetap, karena komposisi dan proporsi tokoh dapat dibuat sesuai dengan perbandingan dengan bidang gambar. Berbeda dengan pembuatan sketsa yang dimulai dari menggambar muka, akan sukar untuk menentukan bidang gambar yang dibutuhkan sebelum proses menggambar tersebut selesai.
Di samping itu dari kedua cara tersebut juga sama-sama memiliki kelemahan, yaitu jika menggambar dengan cara garis dea’eg atau cara pertama, maka akan mendapat kesulitan dalam membuat tokoh yang berpenampilan bagus, karena lebih berorientasi pada cakrik atau dedeg yang sempurna, sedangkan dengan cara dimulai dari penggambaran muka, sering kali dijumpai kekurangan dari sisi dedeg tokoh wayang kurang berhasil, misalnya kaki belakang tidak tepat, namun penggambaran tokoh berpenampilan bagus cukup berhasil. Baca Sebelumnya: Langkah Natah Wayang Kulit – Nyorek (Bagian 1)
Cara yang ditempuh dengan gambar garis dedeg ini dilakukan oleh tokoh wayang kulit purwa gaya Yogyakarta yang berasal dari dusun Gendeng yang bernama Pujo Winoto atau Atmosukarto (cikal bakal kerajinan wayang kulit Gendeng), dan telah menjadi gaya pada dirinya dalam menggambar wayang.
Ada cara lain dalarn membuat sketsa dengan nripto ini, yaitu membuat satu tokoh wayang dengan langsung pada bentuk tokohnya. Kegiatan membuat sketsa itu dimulai dari bagian muka tokoh, dilanjutkan secara ritmis ke bagian lain, seperti leher, badan, dan kaki. Setelah dedeg diperoleh, maka dilanjutkan dengan penerapan atributnya, seperti busana dan perhiasannya.
Cara menggambar wayang ini dilakukan oleh tokoh wayang gaya Yogyakarta yang bernama Ki Payitno Wiguno atau Bekel Bundu dan telah menjadi ciri khas pribadinya dalam menggambar wayang.
Pembuatan sketsa dengan ngripta yang dimulai dengan garis dedeg ini memungkinkan menggambar wayang dalam bidang tertentu dengan tetap, karena komposisi dan proporsi tokoh dapat dibuat sesuai dengan perbandingan dengan bidang gambar. Berbeda dengan pembuatan sketsa yang dimulai dari menggambar muka, akan sukar untuk menentukan bidang gambar yang dibutuhkan sebelum proses menggambar tersebut selesai.
Di samping itu dari kedua cara tersebut juga sama-sama memiliki kelemahan, yaitu jika menggambar dengan cara garis dea’eg atau cara pertama, maka akan mendapat kesulitan dalam membuat tokoh yang berpenampilan bagus, karena lebih berorientasi pada cakrik atau dedeg yang sempurna, sedangkan dengan cara dimulai dari penggambaran muka, sering kali dijumpai kekurangan dari sisi dedeg tokoh wayang kurang berhasil, misalnya kaki belakang tidak tepat, namun penggambaran tokoh berpenampilan bagus cukup berhasil. Baca Sebelumnya: Langkah Natah Wayang Kulit – Nyorek (Bagian 1)
Saat ini 0 comments :
Post a Comment